KOMPAS.com – Di balik kasus ditutupnya Megaupload, terdapat pelajaran penting bagi pengguna komputasi awan (cloud computing).
Seperti dituliskan PC World, tidak semua dari 180 juta pengguna Megaupload yang menggunakan layanan itu untuk konten melanggar hak cipta.
Hal itu terungkap dari curahan hati pengguna di Twitter, yang mengeluhkan file-file pekerjaannya hilang seiring ditutupnya situs itu.
Layanan Awan Megaupload
Megaupload adalah contoh penerapan komputasi awan. Tepatnya, ia merupakan contoh bagaimana pengguna bisa menyimpan file-nya di “awan” alias di internet tanpa memikirkan kapasitas hard disk.
Tapi, pengguna perlu hati-hati dengan layanan seperti Megaupload. Menurut PC World, ada tiga layanan yang disediakan situs tersebut:
- Yang pertama, adalah layanan komputasi awan gratis bagi pengguna yang tak terdaftar. Paling tidak satu kali setiap 21 hari file itu harus diunduh agar tidak dihapus dari server Megaupload.
- Yang kedua adalah layanan bagi pengguna terdaftar tapi gratis. Bedanya hanya di batasan waktu yang lebih lama, yakni 90 hari.
- Dan yang ketiga, adalah layanan pengguna terdaftar premium. Dengan memilih layanan ini, pengguna bisa menyimpan file selama apapun yang mereka inginkan asalkan terus membayar.
Pelajaran Penting
Situs seperti Megaupload disarankan tidak digunakan sebagai penyimpanan file penting. Ini karena reputasinya yang sudah diketahui publik sebagai tempat mencari konten “abu-abu”.
Banyak situs serupa yang melakukan hal ini. Di depan nampak seperti layanan penyimpanan dan berbagi file, namun di belakang banyak digunakan untuk praktek yang mencurigakan.
Masalah timbul jika situs-situs tersebut kemudian dijadikan sasaran tembak pihak berwajib seperti yang terjadi pada Megaupload.
Jika mau lebih aman, pengguna bisa mencoba layanan komputasi awan dari perusahaan terpercaya. Misalnya Google Docs, Microsoft SkyDrive ataupun Dropbox.
sumber :